Guru Tsanawiyah Pontianak Kalbar dipukul murid pakai kursi, Kepsek SMA Se-NTT Marah Besar
Kupang, Indosuar.com - Para Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan Swasta se-NTT marah besar dua hari belakangan ini. Pasalnya, sejak Kamis (8/3/2018), publik dikagetkan lagi oleh berita viral di dunia maya tentang seorang Guru Madrasah Tsanawiyah Darussalam di Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang dipukul siswanya dengan kursi plastik.
Guru bernama Nuzul Kurniawati itu harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis akibat menderita luka-luka serius. Seperti diberitakan Publik-News.com, Kamis (8/3/2018), guru wanita itu tidak hanya dipukul dengan kursi plastik, tapi juga dilempari Handphone (hp) oleh siswa berinisial NF.
Link berita yang dibagikan ke grup WhatsApp (WA) khusus Kepala SMA se-NTT oleh penulis petang kemarin, langsung disambut tanggapan bernada marah dan kesal hampir semua Kepala Sekolah yang ada di grup WA tersebut.
Kepala SMAN Talibura Kabupaten Sikka, Marselinus Martin, paling pertama yang ungkapkan kekesalannya dengan nada tanya. "Apakah kita hanya diam saja?" ujarnya membuka percakapan panjang para Kepsek yang sudah masuk hari kedua itu.
Yakobus Jahapai, S.Sos, Kepsek SMAN Maiwal Alor Barat Daya (ABAD) Kabupaten Alor, bahkan mempertanyakan peran Organisasi Guru PGRI.
"PGRI CUMA SIMBOL. Sejak saya jadi PNS, gaji saya dipotong terus untuk iuran PGRI, tetapi PGRI tidak lirik sedikitpun nasib para guru. Bahkan seragam PGRI saja di suruh beli sendiri," ungkapnya kesal.
Yusak Dominggus Alex Suni, S.Pd, Kepala SMAN 12 Kota Kupang dalam tanggapannya menyebut contoh belum berpihaknya penegakan hukum Indonesia pada guru. "Kemarin siswa yang membunuh gurunya di Madura hanya dihukum 6 tahun penjara. Padahal jika sebaliknya guru yg memukul siswa apalagi sampai berakibat meninggal, hukumannya sudah pasti 15 tahun. Tidak adil kan?" ujarnya lirih.
Menurut Kepsek SMAN 12 ini, pemerintah hanya melindungi anak didik dengan UU Perlindungan Anak tetapi tidak melindungi guru dengan UU Perlindungan Guru. Yang ada juga hanya permen Dikbud yang kedudukannya di bawah UU. Binatang saja dilindungi UU sedang guru tidak. Guru dibiarkan dihujat, dianiaya dan diperlakukan tidak manusiawi oleh berbagai pihak termasuk oleh siswa dan orang tuanya.
"Mungkin saatnya guru mengambil sikap entah melalui PGRI ataupun melalui jalur lain," ujarnya mencoba menggugah solidaritas para kepsek SMA NTT terhadap rekan guru yang jadi korban kebrutalan murid di Kalimantan Barat itu.
Yulius Ndapamuri, S.Pd, Kepala SMAN 1 Amfoang Tengah Kabupaten Kupang, bahkan agak keras menanggapi ulah oknum siswa jaman sekarang yang semakin brutal melakukan tindak kekerasan dan kriminal terhadap "pahlawan tanpa tanda jasa".
"Guru jangan diam saja, kalau kurang ajar yah, apa boleh buat. Hajar saja.....dari pada mati konyol (maaf kalau ada yg tdk setuju)," pungkasnya keras.
Kemarahan dan kekesalan para kepsek SMA se-NTT ini sangat beralasan. Mereka tidak habis pikir seorang murid SMP sesadis itu sampai memukul hingga luka-luka gurunya yang seharusnya dihormati. Kalau hanya sekedar melawan perintah guru, atau melanggar tata tertib sekolah, mungkin masih dapat dipahami. Tapi kalau sampai memukul guru, apa lagi seorang guru perempuan, itu sudah sangat keterlaluan.
Vinsensius Darsa, S.Pd, Kepala SMAN 4 Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur, dengan nada kesal mengatakan, "Rusa di (pulau, red) Komodo di lindungi, tapi guru??? PGRI dimana? Begitu banyak dalil hukum siapa yang harus di lindungi, sementara kita ini sama manusia yang pasti semua sama di hadapan hukum," ujarnya.
Drs. Bapa Muda, Kepala SMAN 1 Kupang, dengan nada kesal tapi bercanda menulis komentarnya, bahwa sebagai guru, para kepsek harus sabar menghadapi anak yang nakal. Akan tetapi, adalah tabu bila murid memukul guru terlebih dahulu.
"Sebagai guru kita harus sabar menghadapi anak-anak kita, tapi usahakan jangan siswa yang memukul kita duluan. Itu tabu. Kita harus pukul duluan," tulisnya dengan nada kesal bercampur candaan.
Kepala SMAN Manufui Kabupaten TTU, Drs. Vinsensius Pakaenoni menduga, penyebabnya bisa jadi akibat lemahnya didikan saat anak berusia dini, sehingga akan terbawa hingga anak bertumbuh besar dan menjadi dewasa.
"Pepatah mengatakan, kecil teranja-anja, tua terbawa-bawa. Waktu SMA hanya 3 tahun saja, apakah kita di jenjang ini berkekuatan ekstra meluruskan karakter yang sudah terbina 15 tahun (usia 6 tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun)?," komentarnya retoris.
Pater Jose Nitsae menduga, ada yang kurang dalam metode pendekatan guru dan orang tua terhadap anak yang nakal. Karena itu, Pater Jose sekaligus menyarankan agar guru dan orangtua hadapi anak yang nakal dengan metode pendekatan khusus dan tepat. Misalnya, memberi pujian, motivasi dan kepercayaan. Selain itu, perlu sempatkan waktu duduk bersama dan ajak anak bercerita.
Sejalan dengan itu, Stefanus Nautu menduga, kelakuan anak jaman sekarang lebih banyak dipengaruhi teknologi elektronik yang terlampau cepat dan tidak diimbangi pembentukan kharakter yang baik.
Dikatakan, anak sekolah sekarang lebih banyak belajar dari medsos, film dan video tidak layak tonton. Waktu untuk belajar dan kegiatan pengembangan diri berkurang. Perhatian dan peran orangtua dalam keluarga berkurang.
"Jangan heran kalau mutu dan pendidikan karakter mulai tergerus dan terkikis oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi," kritiknya tajam.
Ahmad Pagili, kepsek SMAN Pemana Kabupaten Sikka, dalam komentarnya mengajak para Kepsek mendoakan Guru Nuzul yang jadi korban kekerasan siswa di Pontianak. Dikatakan, Guru Nuzul saat ini dikhabarkan mengeluh kepalanya sangat sakit. "Semoga cepat sembuh. Semoga tak ada lagi duka para guru di hari-hari mendatang," komentar Ahmad Pagili.
Kepala SMAN Manufui, selanjutnya, menyarankan, sudah saatnya sekolah sekarang dilengkapi konsultan kesehatan kejiwaan untuk menghadapi perilaku kasar siswa di sekolah. Menurutnya, hal ini penting agar sejak dini pertumbuhan anak sudah bisa dideteksi. Riwayat pertumbuhan dan pendidikannya di rumah bisa dipetakan dengan seksama, agar guru/sekolah tidak dijadikan tempat buangan yg mesti menanggung beban derita keluarga.
"Yah...setidaknya pengalaman kita sudah bisa menjelaskan bahwa kebanyakan siswa bermasalah berasal dari keluarga broken atau pun keluarga yang bapak/mamanya super sibuk mengejar uang - lalu anak diasuh oleh pembantu rumah tangga yang fokus cari uang juga. Memang serba kompleks juga," tandasnya.
Soni Laiju Malana, Kepala SMA Generasi Unggul Kupang, dalam komentarnya menyarankan, pendidikan anak mesti lebih menyentuh otak bawah sadar anak, yg mencakup habit, persepsi, karakter, belief, faith dan hope, karena 80% lebih mampu merubah kharakter anak dibanding otak sadar yang hanya merubah 20% pemikiran yang mencakup kemampuan analitis, sistematis dan rasional anak.
Vincent Fernandez, Kepsek SMAN 2 Atambua membagi pengalaman tentang upaya yang dilakukannya di Atambua, yakni melibatkan orangtua dan tokoh masyarakat dalam pembinaan anak yang berkelakuan kasar dan nakal. Dikatakan, dari upayanya itu, ternyata banyak perubahan yang terjadi pada peserta didik.
Haris Akbar, kepsek SMAN 8 Kupang mengajak para guru se NTT untuk jalani profesi guru dengan rasa syukur. Karena diantara jutaan orang yang ingin jadi guru, sangat sedikit yang akhirnya lolos dan jadi guru.
Dirinya mengajak para guru untuk selalu mendoakan anak dengan tulus jika ingin mereka berubah. Karena tugas guru sangat berat. Tidak hanya mengajar, tapi juga memberi didikan agar mereka menjadi pribadi yang baik dan berbudi yang luhur.
"Bagi yang nakal, kita dekati dengan cara yang baik. Doakan dia. Semua guru dan orangtua ikut mendoakan mereka. Insya Allah, mereka pasti berubah," tandasnya. (Mann)
Related posts
Categories
- Seni Budaya 6
- Pendidikan 39
- OPINI 2
- Hukum 0
- Pilgub-NTT 28
- Pilkada 2
- Olahraga 2
- Ekonomi 4
- Tekno 2
- Lifestyle dan Hiburan 7