Kota Kupang, IndoSuar.com - Perguruan tinggi se-Indonesia menghasilkan jutaan lulusan setiap tahun. Sebagian besar dari mereka tidak terserap lapangan kerja dan harus menganggur.

Untuk provinsi NTT sendiri, setiap tahun hampir sepuluh ribu Lulusan Sarjana dilahirkan. Jumlah ini cukup menggembirakan dari sudut peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), tetapi sekaligus telah menambah angka pengangguran intelek di provinsi ini.

Tidak terserapnya para lulusan sarjana yang ada bukan disebabkan rendahnya kualitas output perguruan tinggi, tetapi tidak tersedianya cukup lapangan kerja yang dapat menampung para sarjana yang jumlahnya semakin bertambah.

Menurut data BPS, catatan terakhir pada Februari 2016 menunjukkan, sarjana penganggur mencapai 695 ribu jiwa. Angka itu meningkat 20 persen dibanding catatan Februari 2015.

Awal tahun 2018 ini, jumlah sarjana pengangguran diperkirakan mencapai 11,19 persen, atau setara 787 ribu dari total 7,03 orang yang tidak memiliki pekerjaan pada tahun 2016. Angka ini melonjak tajam dalam kurun waktu 4 tahun terakhir akibat adanya moratorium (penghentian sementara) perekrutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh MenPAN-RB sejak tahun 2015 sampai 2019 nanti.

Penumpukan jumlah penganggur intelek akibat moratorium PNS yang cukup lama ini, bagaikan 'awan hitam cumulonimbus' yang cukup meresahkan bagi para Lulusan Sarjana.

Seharusnya keresahan ini tidak perlu terjadi jika para lulusan sarjana tidak berorientasi dan menggantungkan harapan semata-mata pada jalur PNS. Karena masih banyak pekerjaan yang bisa ditekuni selain PNS, misalnya menjadi pengusaha. Justru menjadi pengusaha akan membuat lapangan kerja semakin banyak dan mampu membuka lapangan pekerjaan buat orang lain.

Moratorium yang berlangsung cukup lama hingga 5 tahun, seperti dikutip dari harian Republika, pemerintah tidak saja menghemat pengeluaran negara yang cukup besar, tapi juga dapat memanfaatkannya sebagai kesempatan menata sistem kepegawaian serta pembenahan mutu SDM pegawai dan calon pegawai negeri.

"Pemerintah perlu melakukan kajian terkait rasio jumlah pegawai negeri yang tepat jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia," ujar mantan MenPAN-RB, Yuddy Chrisnandi waktu itu.

Sejalan bergulirnya waktu, masa moratorium PNS akan segera berakhir. MenPAN-RB yang baru, Asman Abnur mengatakan, moratorium PNS akan segera diakhiri tahun 2018 ini.

Dikatakan, untuk mempersiapkan dimulainya kembali perekrutan PNS, pemerintah saat ini sedang melaksanakan banyak program, antara lain, di bidang pendidikan, ada Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Program PPG sebenarnya bukan program baru. Di Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang-NTT, bahkan, program PPG sudah dilaksanakan sejak tahun 2014 melalui Program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal).

Drs. Yosep Bisara Kroon, MA, Ph.D, koordinator bidang Bahasa Inggris, Program PPG Undana Kupang, yang diwawancarai wartawan IndoSuar.com Selasa (12/3/2018) mengatakan, PPG adalah pendidikan profesi bagi sarjana yang ingin menjadi guru. Program ini diikuti oleh peserta dari lulusan sarjana kependidikan maupun sarjana non-kependidikan. Program ini satu level di atas pendidikan S1 dan satu level bawah program pasca Sarjana S2, yang mempersiapkan peserta untuk memperoleh pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus menjadi guru yang profesional.

Selanjutnya, dikatakan, Pendidikan Profesi Guru secara normatif harus ditempuh selama 1 tahun (2 semester), namun sejak tahun 2013, Program ini dilaksanakan selama 2 tahun karena didahului dengan program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).

Selain itu, setelah PPG SMT3 yang berakhir tahun ini, program PPG selanjutnya akan dilaksanakan selama 1 tahun. Di Undana, tahun ini diselenggarakan PPG SM3T untuk program studi PGSD, dan PPG Bersubsidi untuk program studi Bahasa Inggris dan Matematika.

Menurut Doktor alumni The University of Adelaide, South Australia dengan konsentrasi "Endangered language Studies" ini, PPG merupakan program pengganti akta IV yang tidak berlaku lagi sejak tahun 2005.

"Tujuannya adalah untuk membentuk calon guru profesional di jenjang pendidikan SLTP dan SLTA. Sistem nya, untuk angkatan 1 (2014) sampai angkatan 4 (2017) direkrut lewat program SM3T. PPG SM3T dibiayai pemerintah secara penuh selama 2 tahun, di mana, tahun pertama peserta dikirim untuk mengabdi di daerah-daerah 3T, dan tahun kedua mengikuti PPG," papar salah satu pengajar pada Program Studi Linguistik Pasca Sarjana Undana ini.

Dikatakan, untuk angkatan ke 5 tahun 2018 ini, diberlakukan PPG bersubsidi, di mana sebagian biaya ditanggung peserta dan sebagiannya lagi ditanggung pemerintah.

"Pelaksanaan (PPG 2018) hanya selama 1 tahun, di mana semester pertama peserta melaksanakan lokakarya mengkaji dan menyusun silabus dan perangkat pembelajaran untuk SMP dan SMA dan semester ke-2 praktek mengajar," ujar Doktor Linguistik kelahiran 52 tahun yang lalu ini.

Dijelaskan pula, untuk Bidang Studi Bahasa Inggris, tahun ini adalah angkatan ke-5 dengan peserta 11 orang (PPG Bersubsidi). Belum diperoleh data untuk jumlah peserta angkatan 1 sampai angkatan 3. Tapi dari catatan Yos Kroon, sapaan akrab pria murah senyum ini, angkatan ke-4 sebanyak 28 orang jenis PPG SM3T.

Ditambahkan, kompetensi yang harus dimiliki peserta PPG untuk menjadi guru profesional kelak adalah (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional (bidang studi), (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Sebagai koordinator Program PPG, Doktor Yos Kroon mengharapkan para peserta menguasai bidang profesional sebagai guru dan memiliki ciri kekhasan sebagai guru yang profesional, yakni menguasai ilmunya, melek metode dan tehnik pembelajaran PAKEM, berkepribadian bagus dengan mempunyai relasi sosial yang baik. Yang tidak kalah pentingnya, peserta diharapkan bisa lulus ujian kompetensi nasional pada akhir masa PPG nanti.

Untuk diketahui, ada beberapa system PPG, yakni (1) PPG bersubsidi seperti yang dilaksanakan Undana saat ini; (2) PPG dalam Jabatan untuk guru yang sedang bertugas, baik PNS maupun non-PNS, sebagai pengganti PLPG tahun-tahun sebelumnya, dan (3) PPG Mandiri (biaya sendiri).

"PPG sudah menjadi keharusan sekaligus pintu masuk bagi mereka yang ingin menggeluti profesi sebagai guru. Dengan sertifikat profesi guru dengan gelar "Gr" yang diperoleh melalui proram ini, seorang sarjana, bagaikan melihat sinar harapan yang menyembul dibalik awan pekat moratorium yang cukup lama. Jika tidak, seorang sarjana pendidikan tidak akan memenuhi syarat untuk mengikuti tes PNS untuk menjadi guru," ujar Doktor Yos Kroon.

Di akhir penjelasannya, Pengajar Mata Kuliah Phonology 1, 2 dan Morphology 1, 2 di Prodi Linguistics Pasca Sarjana Undana ini mengatakan, untuk seluruh Indonesia sampai dengan tahun 2017 lalu, PPG SM3T sudah angkatan ke-5. Tapi di Undana, tahun kemarin (2017) adalah angkatan ke-4, karena angkatan pertama tidak diselenggarakan UNDANA.

Edron Sa'u, S.Pd, salah satu peserta Program PPG Undana tahun ini mengungkapkan tujuan dirinya mengikuti program ini, yakni ingin menjadi guru profesional dan dengan sertifikat PPG ia bisa mengikuti tes PNS nantinya.

Tentang manfaat program PPG, Ketua Kelas angkatan 2018 ini mengatakan, dirinya jadi lebih mengerti cara buat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Kurikulum tahun 2013 (K13), walaupun baru 1 bulan mengikuti PPG.

"Pelaksanaan program ini sudah baik. Saya harap program ini tetap di selenggarakan dan mungkin biaya registrasi untuk PPG mandiri bisa di ekonomiskan (dikurangi, red) lagi sehingga dapat di jangkau (oleh peserta, red)," pintanya.

Edron menambahkan, "Sejauh ini tidak ada hambatan (dalam mengikuti program PPG). Tapi mungkin tentang penilaian untuk dapat lulus program ini, yang sedikit mengganggu, ternyata hanya dengan lulus Ujian Tulis Nasional (UTN) saja yang menjadi patokan, bukan hasil Lokakarya ataupun Program Pengalaman Lapangan (PPL)". (Mann).