IKUT PROGRAM SM3T, SUMARNIA SYAKHRIR: ITU PENGALAMAN TAK TERLUPAKAN
Mann, Sabtu, 07 April 2018
2641x
Kota Kupang, IndoSuar.com - Belum meratanya kualitas pendidikan di seluruh pelosok tanah air adalah sebuah fakta yang masih jelas terlihat hingga saat ini. Hal ini disebabkan, antara lain, masih terbatasnya fasilitas dan tenaga pendidik profesional, terutama di daerah pelosok atau pedalaman.
Kenyataan ini telah mendorong pemerintah pusat untuk meluncurkan Program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal yang dikenal dengan singkatan SM3T sejak tahun 2011.
Para sarjana pendidikan (S.Pd) direkrut dan diseleksi untuk didapatkan calon guru yang akan dikirim ke berbagai daerah 3T untuk mengajar, baik di sekolah dasar maupun sekolah menengah.
Selain untuk membantu mengatasi permasalahan pendidikan terutama kekurangan tenaga pendidik di daerah 3T, Program SM3T juga bertujuan memberikan pengalaman pengabdian kepada sarjana pendidikan sehingga terbentuk sikap profesional, cinta tanah air, bela negara, peduli, empati, terampil memecahkan masalah kependidikan, dan bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa serta memiliki jiwa ketahan-malangan dalam mengembangkan pendidikan pada daerah-daerah yang tergolong 3T.
Selain itu, program ini juga ditujukan untuk menyiapkan calon pendidik yang memiliki jiwa keterpanggilan untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik profesional di daerah 3T.
Berikut, Program SM3T ditujukan juga mempersiapkan calon pendidik profesional sebelum mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Di NTT sendiri, program SM3T sudah diselenggarakan sejak awal diluncurkan. Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang adalah salah satu dari 17 lembaga perguruan tinggi yang dipercaya untuk melaksanakan program Sarjana Mengajar di daerah 3T.
Hingga saat ini, banyak sudah Sarjana Pendidikan, termasuk Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang memanfaatkan kesempatan ini. Ada yang sudah menyelesaikan program ini dan sudah kembali dari daerah pengabdian 3T, ada yang sedang mengikuti persiapan, dan ada pula yang baru mau mendaftar. Para peserta adalah Sarjana dari perguruan tinggi di provinsi NTT, dan ada pula dari luar NTT.
Salah satu peserta program SM3T yang sudah menyelesaikan program ini dan tahun ini sedang mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah Sumarnia Syakhrir, S.Pd., lulusan sarjana Program Studi PGSD Universitas Negeri Makassar.
Nia, sapaan akrab Sumarnia, saat diwawancarai kontributor media ini, Selvia Mashita, Selasa (3/4/2018) mengatakan, banyak pengalaman yang didapatkan selama masa pengabdiannya di daerah 3T.
Seperti dituturkan Nia kepada Selvia Mashita di sela-sela mereka menikmati keindahan pantai wisata Lasiana Kupang selasa lalu, dirinya ditugaskan ke daerah Tojo Una-una Provinsi Sulawesi Tengah mulai awal bulan September 2016 sampai akhit bulan agustus 2017 bersama 55 orang peserta lainnya.
Menurutnya, pengalaman pertama yang dirasakannya adalah rumitnya medan yang harus dilalui untuk mencapai lokasi tempat bertugas."(Itu) menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Diantranya, (kami harus) menyeberangi laut dengan perahu kecil yang disebut katinting. Ini pengalaman pertama (saya), di mana saya dan teman-teman harus terombang-ambing selama beberpa jam di lautan karena ombak yang kencang," tuturnya.
Gadis asal Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan yang punya hoby membaca novel ini menambahkan, "Perahu-perahu kecil seperti itu adalah sarana transportasi utama kabupaten Tojo Una-una kecamatan Walea Besar.
Kehadiran para Sarjana di daerah 3T, sangat membantu mengatasi kesenjangan mutu pendidikan yang masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan mutu pendidikan di sekolah-sekolah daerah perkotaan.
Di hari pertama mengajar, Nia mengaku sangat kaget melihat keadaan murid kelas 6 di sekolah tempatnya bertugas. Pasalnya, murid kelas 6 di sana belum bisa membaca, menulis dan berhitung (calistung) dengan baik.
"Kebetulan saya dipercayakan untuk ngajar kelas 6 yang jumlahnya hanya 4 org. Saya pikir mudah 'nih' untuk ngajar (di kelas yang muridnya) sedikit. (Tapi) kenyataannya lain. Mereka semua, jangankan perkalian 1 sampai 9, pengurangan atau penjumlahan saja mereka belum bisa. Bahkan, untuk membaca pun 2 diantranya masih belum lancar," ujar Nia.
Untuk menyikapi permasalahan yang dihadapi di lapangan, naluri keguruan Sarjana PGSD yang baru saja tamat tahun 2015 ini spontan tumbuh. Ia mulai berpikir, para murid ini harus segera dibantu.
"Jadi dasarnya untuk matematika mereka memang masih (sangat) rendah. Tiga bulan awal, saya genjot untuk mengajarkan mereka konsep dasar Matematika dengan pembelajaran yang menyenangkan dan menggunakan alam sekitar. Misalnya, untuk ajarkan operasi bilangan (+, -, ×, ÷), saya gunakan batu-batu untuk membantu mereka dalam menyelesaikan operasi bilangan," imbuhnya.
Dikatakan, 3 bulan awal itu, bagi Nia, tiada hari tanpa mengajar. Pulang sekolah, dirinya memberi les khusus lagi pada murid kelas 6 itu sampai sore. Disambung lagi malam setelah shalat isya sampai jam 9 ia mengajar lagi di rumah.
"Alhamdulillah, di bulan ke 4 hasilnya kelihatan. Mereka sudah paham. Sambil belajar matematika, 2 siswa lainnya saya latih terus untuk membaca (sampai) lancar," tutur Nia Syakhrir kepada Selvia Mashita.
Nia melanjutkan cerita pengalamannya. Ada satu perkataan muridnya yang membuat ia tersentuh, yaitu: "bu, sebelum ibu ke sini kami sama sekali tidak tahu perkalian, sekarang kami sudah tau".
Untuk diketahui, di tempat pengabdian Nia, listrik dan jaringan telepon tidak ada sama sekali. Malam harinya, mereka gunakan "genset" untuk penerangan. Kalau solarnya (bahan bakar, red) habis, masyarakat di sana menggunakan lampu kaleng.
"Untuk jaringan telepon (kami, red) harus ke kecamatan dengan naik perahu kecil. Setelah itu harus naik ojek lagi kurang lebih 2 jam. Di kecamatan itupun, kami harus cari-cari lagi jaringan karena hanya spot-spot tertentu yang ada jaringannya. Saya ditempatkan sendiri di sebuah dusun, (yang) keadaan geografisnya adalah rawa-rawa," tutur Nia dengan suara lirih.
Memang, bertugas di daerah 3T seperti itu, dengan medan yang lumayan sulit, cukup berat. Apa lagi bagi seorang gadis kota seperti Nia. Namun, pengalaman itu sekagus merupakan pengalaman unik dan tak akan terlupakan sampai kapanpun. (Mann)
Related posts
Categories
- Politik 0
- Seni Budaya 7
- Pendidikan 43
- OPINI 3
- Hukum 0
- Pilgub-NTT 24
- Pilkada 2
- Olahraga 1
- Ekonomi 4
- Tekno 2