Perkuat Karakter Bangsa, SMA Kristen Mercusuar Kupang Gelar Pembinaan Karakter Siswa Kelas XII Secara Virtual
Kota Kupang, indoSuar.com – Sebanyak 113 orang siswa kelas XII SMA Kristen Mercusuar Kupang mengikuti Pembinaan Karakter secara online(daring) Jumat (10/09/2021) kemarin. Kegiatan yang dimulai pukul 10 wita itu diikuti pula para guru dan wartawan beberapa media online.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Kristen Mercusuar Kupang, Aryani Manu, S.Pd kepada redaksi indoSuar.com usai kegiatan pembinaan karakter yang ditemui di SMA Kristen Mercusar Kupang siang kemarin mengatakan Kegiatan pembinaan karakter itu mengambil tema “Tanggung jawab siswa dalam kegiatan belajar-mengajar (KBM) online dilihat dari sisi psikologis dan iman Kristen”.
Dikatakan, kegiatan pembinaan karakter itu diikuti 113 siswa-siswi kelas XII yang terdiri dari 91 orang siswa jurusan IPA dan 22 orang siswa jurusan IPS.
Sebelumnya, saat membuka kegiatan pembinaan karakter siswa kemarin, Kepala SMA Kristen Mercusuar Kupang, Drs. Soleman Dapa Taka, MA mengatakan, Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu upaya mengoptimalkan seluruh potensi peserta didik. Salah satunya adalah Karakter.
Dikatakan Dapa Taka, di Jaman Teknologi Digital 4.0 seperti sekarang ini, Kesadaran dan Kebutuhan akan karakter yang baik menjadi sangat penting. Bahkan, Presiden Joko Widodo pun menjadikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai salah satu agenda utama pembangunan nasional yang tertuang dalam Nama Cita Pemerintahannya.
“Begitu pentingnya pembentukan karakter bangsa ini, Presiden Jokowi menjadikan Penguatan Pendidikan Karakter dalam Nawa cita atau sembilan harapan dan cita-cita pembangunan Nasional di masa kepemimpinan Presiden Ke 7 Republik Indonesia (RI) ini”, tandasnya.
Penguatan Pembentukan Karakter (PPK) bangsa ini dikenal dengan istilah Revolusi karakter atau revolusi mental yang pelaksanaannya dilakukan melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional, yang diperkuat dengan diterbitkannya Keputusan Presiden (Kepres) nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Perpres ini menegaskan bahwa penyelenggaraan PPK dalam kegiatan Intrakurikuler merupakan penguatan nilai-nilai karakter melalui kegiatan penguatan materi pembelajaran dan metode pembelajaran sesuai dengan muatan kurikulum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dapa Taka menambahkan, dalam kaitannya dengan kegiatan pembinaan karakter, pendidikan mesti menyentuh tidak hanya pikiran peserta didik, yakni mendengarkan dan mengetahui sesuatu nilai yang baik dan benar, tapi lebih dalam dari itu. Yaitu adanya keinginan atau hasrat dan tindakan untuk melakukan yang baik dan benar.
Agen utama pembentukan karakter adalah keluarga. Namun perlu diakui, peran keluarga belum sepenuhnya dijalankan. Karena itu, perlu didukung oleh berbagai pihat terkait agar pembentukan karakter ini dapat dicapai secara maksimal.
“Untuk itu, peran psikologis dan rohaniwan, antara lain, diyakini bisa membantu menanamkan konsep paling mendasar tentang karakter yang baik serta memberi tips praktis dan mendasar untuk menjadi bekal dalam pengembangan karakter peserta didik selanjutnya”, pungkas Kepsek SMA Mercusuar ini.
Di akhir sambutannya, Mann Dapa Taka, sapaan akrabnya, menegaskan “meskipun kegiatan pembinaan karakter ini dilaksanakan secara daring, saya tetap berharap seluruh siswa/i kelas XII dapat akan mendapat bekal berharga dari para nara sumber yang ada”.
Seperti yang dilansir oleh media betabutu.com, kegiatan pembinaan karakter siswa ini menghadirkan 2 (dua) orang pembicara. Yang pertama, Thedora Takalapeta, M.Psi., Psikolog dan yang kedua, Pendeta Yandi Manobe, S.Th.
Theodora Takalapeta, yang akrab disapa Putri Takalapeta, adalah seorang dosen pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, program studi Psikologi, Universitas Nusa Cendana Kupang (UNDANA).
Selain itu, Putri juga adalah seorang konsultan Psikologi yang mendirikan lembaga psikologi Sepe Growth di Kota Kupang.
Mengawali paparannya, Putri, yang membawakan materi berjudul “Anak SMA Belajar sampai S3” mengajak seluruh peserta kegiatan dengan menyanyikan lagu Bananadiikuti dengan gerakannya yang ditampilkan pada slide presentasi. Rupanya energizing (pemanasan, red) ini berhasil menarik perhatian seluruh peserta. Nampak semua peserta girang dengan gerakannya.
Yang dimaksud dengan S3 adalah sejumlah pernyataan motivasi diri yang dibagi menjadi 3 bagian. Pernyataan komitmen dan motivasi diri, menurut Putri, adalah salah satu cara masalah psikologis yang sering dialami generasi Z akibat terpapar berbagai informasi melalui perangkat teknologi yang dimiliki.
Bagian pertama disebut S1, terdiri dari pernyataan “saya memiliki tujuan/memiliki target”, “saya akan mencari tahu materi belajar, selain yang disampaikan oleh guru”, dan “saya membuat jadwal harian”.
Bagian kedua disebut S2, terdiri dari 4 pernyataan komitmen diri. Antara lain, pernyataan “Saya kerjakan dan kumpulkan tugas”, “saya mau berdisiplin dengan waktu”, dan lain-lain.
Bagian Ketiga disebut S3. Pernyataannya berbunyi “saya belajar mengontrol diri”, “saya akan berpikir dulu baru bertindak”, dan yang terakhir, Do the best and let God do the rest (lakukan yang terbaik, dan biatkan Tuhan mengerjakan sisanya).
Lebih lanjut Putri menegaskan pentingnya para peserta menjadikan daftar pernyataan di atas sebagai daftar kegiatan rutin untuk membentuk kebiasaan baru yang baik dan positif.
Generasi Z, menurut Putri, adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1997 hingga tahun 2000-an. Karena itu, para peserta kegiatan yang duduk di kelas XII saat itu termasuk generasi Z karena lahir sekitar tahun 2000an.
Putri menekankan Generasi Z adalah generasi yang masih muda dan tidak pernah mengenal kehidupan tanpa teknologi sehingga terkadang disebut sebagai i-gen. Generasi Z dinilai sebagai generasi yang ambisius, mahir tentang hal digital, percaya diri, mempertanyakan otoritas, banyak menggunakan bahasa gaul, lebih sering menghabiskan waktu sendiri, dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Generasi Z juga rentan terkena depresi dan anxiety (kegelisahan, red).
Hal yang
paling menonjol, menurut magister psikologi Universitas Negeri Surabaya ini, Generasi
Z mampu memanfaalkan perubahan teknologi.
Narasumber
kedua, Pendeta Yandi Manobe, S.Th di sesi kedua memulai paparannya dengan gambaran
tentang pentingnya ketekunan dalam menempuh pendidikan meskipun hanya secara
virtual dengan guru.
Pendeta Yandi menegaskan perlunya menggunakan teknologi dan media sosial dengan bijak dan rasa tanggungjawab.
“Karena teknologi bisa jadi pisau. Bila dipegang dan digunakan oleh orang yang baik dan dengan tujuan baik, bisa membawa manfaat. Tapi kalau dipegang dan digunakan oleh orang yang tidak tepat dengan tujuan tidak baik, maka akan membahayakan diri dan orang lain”, ungkapnya.
Telepon
genggam (handphone/HP), menurut Pendeta Yandi, bisa mendekatkan yang jauh dan
menjauhkan yang dekat. Dengan HP, cenderung menjadikan manusia makluk anti
sosial. Setiap saat orang hanya memperhatikan HP yang ada di tangan, sehingga tidak
bisa berinteraksi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Padahal, karakter yang baik dapat terbentuk dari interaksi dan komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitar kita.
Karena itu, menurutnya, para siswa-siswi sebagai generasi penerus, harus belajar bertanggung jawab dalam segala hal. Tidak saja melakukan kegiatan belajar sebagai kewajiban, tapi sebagai tanggungjawab.
Bila kegiatan belajar dilakukan hanya sebagai kewajiban, makan mereka akan cenderung melakukannya asal-asalan. Tapi bila dilakukan sebagai tanggungjawab, maka akan dilakukan dengan serius dan tekun.
Karena, selain bertanggungjawab pada orangtua dan lembaga pendidikan, mereka pun harus bertanggungjawab pada diri sendiri dan kepada Tuhan.
Dalam dunia yang semakin kacau saat ini, dimana orang lebih suka menyebar dan membaca berita tentang kekacauan dibanding berita kedamaian, para siswa pun mesti turut mengambil bagian dan tanggung-jawab, sekecil apapun perannya.
“Sebagai generasi muda, perlu menjawab satu pertanyaan. Kenapa dunia ini kacau? (Jawabannya, red) Karena orang-orang yang punya visi perdamaian sangat sedikit. Literatur tentang perdamaian sangat sedikit dibanding literatur tentang perang. Bila otak manusia sehari-hari lebih banyak diisi oleh berita tentang perang dan kekacauan, maka di dunia ini akan sulit ada damai”, imbuhnya.
Karena itu, ia menghimbau para peserta lebih memperbanyak membaca atau menyebar berita yang positif dan damai. Saat memegang HP dan ingin membaca konten atau mengetik pesan, perlu berhati-hati.
“Seperti lagu anak sekolah minggu (agama Kristen, red),
Hati-hati gunakan tanganmu, karena Bapa di Sorga melihat ke bawah. Hati-hati gunakan tanganmu,” tutup Pandeta Yandi Manobe.
Seperti disaksikan awak media indoSuar.com yang ikut pula di Zoom meeting kegiatan pembinaan karakter ini, sesi terakhir diisi dengan diskusi dan tanya jawab oleh para siswa yang hadir dan para nara sumber.
Acara ditutup dengan doa bersama yang dipimpin kembali oleh Pendeta Yandi Manobe, S.Th.
(*Dian)